Cerita rohani Kristen tentang kehidupan
Bersamakristus.org – Cerita rohani kristen tentang kehidupan berjudul penyesalan hidup. Pada pembahasan sebelumnya kami telah membagikan sebuah cerita rohani kristen yang mengharukan, judulnya surat untuk mama.
Nah pada kesempatan ini kami ingin kembali membagikan kumpulan cerita rohani yang menginspirasi dan menyentuh hati, yakni bertemakan kehidupan. Cerita rohani Kristen tentang kehidupan ini berjudul penyesalan hidup.
Cerita rohani yang kami bagikan ini bisa menjadi renungan yang tepat pada saat teduh bagi diri sendiri atau dibagikan kepada anak-anak sekolah minggu sebagai bahan pembelajaran mereka agar bisa hidup lebih baik dan dewasa secara rohani.
Tentu saja tulisan mengenai cerita rohani Kristen ini bukan merupakan tulisan kami, melainkan bersumber dari tempat lain. Namun kami tidak mengubah jalan ceritanya agar apa yang ingin disampaikan penulis bisa tetap masuk ke relung hati kita.
Oke, tanpa basa basi kembali, silahkan simak cerita rohani Kristen terbaik tentang kehidupan berjudul penyesalan hidup yang akan kami tuliskan di bawah ini. Silahkan disimak.
Cerita Rohani Kristen Tentang Kehidupan: Penyesalan Hidup
Bagi seorang Martin Yehezkiel, rekan adalah segalanya. Pengertian inilah yang membuatnya sudi berkorban apa saja untuk bisa menggembirakan hati teman-temannya, juga hidup dalam pergaulan yang buruk.
“Ketika saya menjadi bergaul serupa mereka, saya berkorban buat mereka. saya puas bayarin mereka, minum-minum bareng. saya menjadi puas dikarenakan mereka tersedia di sisi aku. saya menjadi dihargai serupa mereka,” terang pria yang akrab disapa Martin ini.
Pergaulan buruk ini, tanpa disadari, jadi awal kehancuran hubungannya bersama orang-orang yang ia cintai. Mulai dari pertengkaran bersama istri dan berujung terhadap perpisahan. Hingga penyesalannya yang begitu mendalam atas kepergian ayah yang begitu mencintainya.
“Ketika ayah saya meninggal itu, saya menyesal bersama perbuatan aku. Apa yang saya perbuat itu mengecewakan ayah aku. Ketika ayah saya meninggal itu, akunggak tersedia di tempat. saya menjadi bersalah, saya menjadi berdosa banget serupa ayah aku,” ucapnya.
Wajar saja, ayah bagi Martin adalah rekan yang tetap menyayanginya, sekaligus jadi area untuk meluapkan masalah-masalah yang dia menghadapi secara terbuka. Kehilangan itu tak cuma membekaskan perasaan sedih di hati Martin namun juga beban dikarenakan kehilangan figur yang udah menunjang hidupnya sepanjang ini.
“Waktu itu tepat suasana ayah saya meninggal itu, saya puas sedih. saya bilang gitu, ayah itu adalah sumber uang. saya mikir, dikala saya sakau dia bisa tolong aku. Ketika saya nggak tersedia uang, dia bisa kasih aku. Tapi selagi itu ayah udahnggak ada,” kenangnya.
Rasa bersalah lebih-lebih menyerangnya begitu berat sesudah nikmati obat terlarang yang udah membuatnya kecanduan, tepat di dekat peti jenazah sang ayah. Dia mempersalahkan dirinya yang tetap tetap berkubang dalam rutinitas buruk itu. Tanpa sosok ayah, dia menjadi tak lagi berarti. “aku sempat mikir, saya sudi turut ayah. Buat apa hidup ini”.
Fitri Amelia, istri yang udah meninggalkannya pun tergerak untuk menunjang Martin berbalik dari rutinitas buruk dan kecanduannya terhadap obat berbahaya. Harapan itu memang sering kali berjarak jauh dari kenyataan. Martin tetap saja belum berubah. “Setelah ayahnya meninggal, Martin itu bukannya berubah. Tapi malah, jikalau menurut aku, jadi parah,” kata Fitri.
Menolong seseorang untuk pulih dari kecanduan obat berbahaya memang memakan selagi yang panjang. Penderitaan demi penderitaan silih berganti. Harta benda habis terjual demi mencegah rasa candu yang tak tertahankan. Belum lagi momen kebakaran di kompleks rumahnya menghanguskan seisi rumahnya. Ia tak lagi punyai apa-apa selagi itu.
“Dalam suasana tempat tinggal saya kebakar, hati saya hancur. saya menjadi udah nggakada harapan dikarenakan tempat tinggal saya udah habis kebakar. Akhirnya saya ungsiin mama saya ke tempat tinggal cici aku. Istri saya udah tinggal di tempat tinggal mertua aku. saya nggakpunya siapa-siapa lagi,” kata Martin.
Di tengah keputusasaan, Martin menjadi berteriak menghendaki pemberian Tuhan sehingga hidupnya diubahkan. Langit terbuka mendengar jeritan kesusahannya. Tangan Tuhan menunjang tepat terhadap waktunya. Rumah Damai, sebuah panti rehabilitasi di Semarang pada akhirnya jadi tempat tinggal tempatnya beroleh kesembuhan dari candu obat berbahaya.
Selama meniti rehabilitasi, Martin banyak kali mendapat bimbingan dari pendiri Rumah Damai, Muliadi. Mereka diberi bimbingan secara rohani, bernyanyi dan berdoa. Proses pemulihan ini pada akhirnya sukses memberi kebebasan terhadap Martin.“Pada selagi saya tersedia di Rumah Damai, tersedia satu sesi selagi itu pak Muliadi (pendiri Rumah Damai) yang membagikan sesi itu”.
Martin mengaku bahwa Tuhan adalah pribadi yang tetap menolong, baik selagi harapan tampak sirna maupun selagi ia hidup sebatang kara. “Dulu saya orangnya bergaul bersama siapa aja. Ternyata pergaulan saya terlampau buruk. Bagi aku, rekan bukan semuanya buat hidup aku. saya memahami dikala saya susah, teman-teman saya meninggalkan aku, keluarga juga menampik aku. Mereka tidak tersedia di kehidupan aku. Cuma tersedia satu pribadi yang menunjang aku, yaitu Tuhan Yesus Kristus”.
Pergaulan yang buruk mengakibatkan kerusakan rutinitas yang baik (1 Korintus 15: 33)adalah firman yang jadi rema di sepanjang hidup Martin sesudah mengalami pemulihan dan pertobatan dari tingkah lakunya yang tidak benar. Kini, dia mengakses diri untuk dipakai Tuhan melayani orang-orang yang mengalami persoalan serupa dan membangun komunitas yang bertumbuh di dalam Tuhan.
“Bukan cuma dia diubahkan dari kecanduannya terhadap obat berbahaya, namun selagi ini dia jadi suami yang baik, ayah yang baik dan hubungan keluarga besar pun jadi lebih baik,” terang Fitri.
Akhir Kata
Itulah cerita rohani kristen tentang kehidupan berjudul penyesalan hidup. Semoga ada pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil setelah membaca cerita rohani Kristen tentang kehidupan yang memotivasi dan menginspirasi ini. Mudah-mudahan kita bisa menjadi semakin dewasa secara rohani. Amin.
Baca: